Zine

5th Nginguk Githok

Dimulai dari keinginan untuk kontribusi terhadap desa asal yang mengasuh dan membesarkan penulis, gagasan untuk melakukan intervensi atas tradisi telah muncul setidaknya sebagai jejak tulisan di tahun 2009 dalam salah satu rubrik harian Suara Merdeka. Ide itu tersimpan bertahuntahun hingga setelah latihan panjang di kampung kota di Semarang, penulis pulang kampung tahun 2018 dan bahu membahu bersama rekan sepermainan menginisiasi Nginguk Githok sebagai aksi rebranding, dan rekontekstualisasi sedekah bumi. Satu tradisi setua usia desa itu sendiri yang memberi pengalaman pertama yang cukup holistik kehidupan seni dan kebudayaan secara umum. Pada pertunjukan ketoprak misalnya sluruh elemen bentuk seni bisa kita saksikan. Tari, musik, pertunjukan, elemen visual, bunyi, pencak silat, kekayaan tradisi cerita lisan, dan banyak lagi yang lain. Belum lagi adanya aneka lomba, kompetisi, dari adu balap kelereng hingga pacuan kuda. Kesemua itu adalah halhal yang mengayakan kehidupan seni di kampung jauh sebelum kita kenal sajaksajak chair anwar, teater mandiri, demodemo happening maupun performance art dst. Jadi sangat wajar jika bertahuntahun yang ditanam di kepala penulis suatu saat bermekaran dan memberi kontribusi balik pada momentum yang sangat mengayakan referensi di masa kecil.Katalog post event adalah himpunan jejak visual intervensi tementemen SKRM Squad bersama Kolektif Hysteria memaknai ulang tradisi dan membuatnya relevan dalam konteks kekinian.

You Might Also Like

Tinggalkan Balasan