SURAT TERBUKA KEPADA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
(Terkait Ketidakjelasan Pelaksanaan Program Pengiriman Pegiat Budaya ke Luar Negeri 2016)
Kepada Yth:
Presiden Republik Indonesia
Bapak Ir. Joko Widodo
Bapak Presiden yang Terhormat.
Kami 56 Pegiat Budaya—yang terpilih untuk dikirim ke Selandia Baru (21 Agustus-9 September 2016), melalui surat terbuka ini ingin mengungkapkan kegelisahan ini terkait ketidakjelasan pelaksanaan Program Pengiriman Pegiat Budaya ke Luar Negeri 2016 yang ditaja oleh Kemendikbud.
Bapak Presiden yang Terhormat.
Sejak awal Agustus 2016 beberapa dari kami berinisiatif menghubungi staf Kemendikbud melalui telepon, surel, atau kotak komentar di laman resmi kementerian tersebut, sebab kami tak kunjung dihubungi pihak Kemendikbud perihal keberangkatan, sedangkan bila merujuk pada maklumat resmi di laman daring mereka, jadwal keberangkatan kami sudah dekat. Namun kami tak kunjung mendapatkan jawaban yang memuaskan. Satu-satunya balasan agak spesifik yang diterima teman kami di lamat surelnya adalah: kemungkinan keberangkatan akan diundur hingga Oktober 2016.
Kami yang tergabung dalam grup WhatsApp Pegiat Budaya sungguh syok. Bukan sekadar oleh isi jawaban, namun juga pada bagaimana institusi sebesar Kemendikbud memberikan klarifikasi. Ya, kalau tidak ada yang menghubungi pihak Kemendikbud, bagaimana kami beroleh informasi pengunduran keberangkatan tersebut? Bagaimana kalau—beberapa dari—kami berinistiaf berangkat tanggal 17 Agustus ke Jakarta untuk mengikuti pembekalan sebagaimana jadwal awal yang diumumkan Kemendikbud di laman daringnya, siapa yang bertanggungjawab? Oh, betapa serampangannya pihak penyelenggara mengelola program ini—ya, bahkan sekadar memberitahu kami secara resmi tentang ketidakjelasan ini saja, Kemendikbud tidak berinisiatif!
Kami pun ‘mengutus’ Ratu Selvi Agnesia (Script Writer, Teater) dan Gema Swaratyagitha (Komposer, Musik) untuk menemui Dirjen Kebudayaan, Bapak Hilmar Farid, di Pembukaan Art Summit Indonesia 2016 pada 15 Agustus 2016. Hasil pembicaraan tersebut sungguh meresahkan kami sebab Dirjen Kebudayaan pun tidak bisa menjanjikan program ini akan berjalan (artinya kemungkinannya bukan hanya diundur, tapi juga dibatalkan!). Akhirnya Benny Arnas (Script Writer, Teater) membawa suara kami lewat surat yang ia tulis kepada Bapak Hilmar Farid pada 17 Agustus sehingga akhirnya kami menerima surel berupa surat pemberitahuan Kemendikbud tertanggal 18 Agustus 2016 (No: 2031/E.E1/KB/2016) yang ditandatangani Dirjen Kebudayaan. Inti surel itu sama: permohonan maaf atas keterlambatan pemberitahuan informasi perihal belum adanya kepastian pencairan dana dari LPDP Kementerian Keuangan.
Tak ayal, komentar-komentar menyesalkan sikap Kemendikbud pun mulai meramaikan grup WhatsApp kami. Berikut kami kutip secara langsung beberapa di antaranya untuk menunjukkan bahwa ketidakjelasan ini telah menimbulkan kerugian materil dan psikologis yang sejatinya tidak bisa pihak penyelenggara pandang sebelah mata:
“Kasian Pangrawit saya, mereka rela dengan legowo saya batalin pentasnya di Jogja, Solo, Korea, dan Jepang karena saya bilang harus ke New Zealand, karena waktu itu kan jadwalnya sudah ditetapkan, sedangkan mereka kan pekerjaanya cuma seniman yang bertumpu pada pentas. Gusti kok bisa begini yah.” Nuranaini, penari Topeng Losari asal Cirebon-Jawa Barat.
“Saya Darwin dari film, kebetulan LA Indie Movie tempat saya belajar mendukung dan akan live report saat saya di New Zealand, kemudian saya di undang di NET TV (Tonight Show, tayang Jumat ini, 19 Agustus 2016 jam 23.00) saya bilang akan berangkat ke NZ dari beasiswa LPDP Kemdikbud, beberapa media di Banten pun dari TV Lokal, koran sampai radio sempat mewawancarai saya tentang ke NZ, saya bicara apa adanya, saya bilang berangkat 21 Agustus. Efek mundurnya jadwal, saya benar-benar merasa malu. Apalagi kalau sampai batal. Malu saya. Maaf curhat. Saya pikir ketika Kemendikbud membuat program ini, semua rencana dan anggaran sudah siap, ternyata realita tidak sesuai ekspretasi, mudah-mudahan ada hikmahnya.” Darwin Mahesa, mewakili bidang Film, Script Writer asal Banten.
“Saya juga harusnya tugas akhir tanggal 10 September karena ada Pegiat Budaya saya undur konser saya jadi Oktober. Lha.. kok malah gak jadi. Sedangkan saya melibatkan teman-teman dari Belanda yang akan datang ke Indonesia, saya juga malu kalau gak berangkat sebenarnya” Ignatius Made Anggoro, Komposer/Musisi bidang Musik. Asal Yogyakarta.
“Saya sudah sampai cancel beberapa tawaran pekerjaan di lembaga penelitian” Firman Faturrahman, bidang Sejarah asal Tangerang-Banten.
“Saya mengajar di SMA negeri. Saya cukup susah minta izin ke kepala sekolah karena saya guru baru dengan syarat saya harus mencari guru ganti, saya pun diizinkan. Kepala sekolah dan rekan-rekan juga murid-murid sudah mendukung keberangkatan saya. Tapi diundur bahkan kalo semisal sampai batal. Rasanya langkah saya berat ke sekolah” Meita Meilita. Perupa, bidang Visual-Jawa Barat.
“Saya juga gak kalah rempong menuju tanggal 14 Juli itu, karena masalah KTP dan KK yang masih peralihan dari Surabaya ke Tangerang Selatan, gak bisa perpanjang paspor, ditolak sama imigrasi karena belum ada KTP, bolak-balik Surabaya-Jakarta. Ampun kalau inget itu dan kenyatannya benar-benar gak terima kondisinya jadi begini.” Gema Swaratyagita. Komposer/Musisi-Jawa Timur.
Bapak Presiden yang Terhormat.
Sebelumnya, surat ini merupakan respons atas surat pemberitahuan dari Kemendikbud tersebut yang telah kami kirimkan melalui email kepada Bapak Eko Prasetyo, Direktur Utama Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan ditembuskan ke alamat surel Program Pegiat Budaya 2016, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Disebabkan tidak ada respons, kami menyunting seperlunya surat tersebut sebelum akhirnya menjadi surat terbuka seperti ini. Bagaimanapun, langkah ini kami tempuh setelah komunikasi dua arah yang coba kami bangun dengan Kemendikbud dan LPDP tidak mendapatkan respons yang memadai.
Sungguh, kami tidak bisa hanya menerima bila Kemendikbud sekadar memberikan harapan bahwa program ini semoga dapat dilaksanakan disertai permohonan maaf saja. Kami, 56 Pegiat Budaya, menginginkan “budaya bertanggung jawab”, bukan sekadar “budaya maaf”. Mengingat program ini adalah kerjasama dengan Auckland University, Auckland University of Technology, dan Victoria dan University of Wellington, serta lembaga-lembaga kebudayan di Selandia Baru, semestinya pemerintah menaruh perhatian serius untuk merealisasikan program diplomasi budaya ini, apalagi baru-baru ini kami membaca berita tentang hasil dialog Bapak Presiden dengan sejumlah seniman dan budayawan dalam acara “Ngeteh Bareng Presiden” di Galeri Nasional (23/8). Berita berjudul “Jokowi Dialog Dengan Seniman, Rencanakan Bangun Pusat Kebudayaan di Desa” (infonawacita.com)” mengutip pernyataan Bapak Presiden yang salah satunya menaruh perhatian pada penguatan diplomasi budaya. Bahkan belum lama ini Bapak Presiden meminta segera kepada Kemendikbud agar merumuskan “strategi kebudayaan nasional” yang memayungi seluruh sektor di Tanah Air.
Bapak Presiden yang Terhormat.
Dalam konteks apa pun baik “diplomasi budaya” maupun “strategi kebudayaan nasional” yang dalam pernyataan tersebut, selayaknya Bapak terlebih dahulu menaruh perhatian penuh sekaligus menyelesaikan program yang semestinya sedang kami jalankan. Komunikasi dan diskusi kami dalam grup tak henti membicarakan strategi kebudayaan yang selayaknya kami bawa di Selandia Baru agar suara Indonesia yang kami dengungkan di sana, bukan sebatas bentuk partisipasti dan mewarnai, tapi juga membuka mata dunia tentang martabat bangsa ini lewat budaya! Sungguh, kami tidak menyangka akan menemukan kontradiksi yang menyedihkan antara pernyataan Bapak yang memerhatikan kebudayaan dengan realisasinya di lapangan. Kami merasa pemerintah mempermainkan kami; memberi harapan dan program untuk kemudian memosisikan kami seakan-akan para peminta-minta seperti ini!
Oleh sebab itu, suara kami bulat sepakat mendesak Bapak Presiden yang Terhormat untuk turun tangan, mendesak Pihak Kemendikbud dan LPDP Kemenkeu menyikapinya dengan “Budaya Bertanggungjawab”, memberikan solusi nyata sebagai bentuk penghargaan atas kami yang telah mengikuti sistem seleksi resmi yang telah Kemendikbud lakukan dengan tertib. Artinya, pun bila akhirnya program ini memang harus dibatalkan, kami menuntut kompensasi dalam bentuk penggantian materi ataupun program lain yang bernilai sama dengan “Program 20 Hari di Selandia Baru”.
Semoga kegelisahan kami ini menjadi bahan renungan oleh Bapak Presiden, Bapak Wakil Presiden dan para pimpinan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, LPDP dan Kementerian Keuangan, agar program ini dapat terlaksana sesuai rencana awal agar Pegiat Budaya negeri ini bisa memperoleh hak mereka sebagaimana mestinya, sebab kami adalah juga anak-anak bangsa yang layak dihargai, termasuk itikad kami untuk menjadi bagian dari diplomasi budaya Indonesia di kancah dunia.
Jakarta, 2 September 2016
Atas Nama
56 Pegiat Budaya 2016
Disusun atas nama Pegiat Budaya 2016:
1. Ahmad Khairudin- Semarang – Bidang Kuratorial
2. Ferry Cahyo Nugroho – Malang – Bidang Tari
3. Wisnu Aji Setyo Wicaksono – Yogyakarta – Bidang Tari
4. Parrisca Indra Perdana – Pasuruan – Bidang Tari
5. Gema Swaratyagita – Surabaya – Bidang Musik
6. Kennya Rinonce – Banten – Bidang Teater
7. Salfia Rahmawati – Depok – Bidang Arsip dan Sejarah
8. Firman Faturohman – Tangerang Selatan – Bidang Sejarah
9. Taufiq Panji Wisesa – Bandung – Bidang Keramik.
10. Dedy Satya Amijaya-Semarang Jateng-Bidang Tari
11. Tri Anggoro – Yogyakarta- Bidang Tari
12. Rini Maulina – Bandung, Jawa Barat-Bidang seni Visual
13. Andi P. Hutagalung – Sumatera Utara – Bidang Film
14. Fauzan Abdillah – Surabaya – Bidang Film
15. Muhammad Sibawaihi-NTB- Bidang Film
16. Fiole Aditya – Malang – Bidang Film
17. Nuranani – Jawa Barat, Cirebon- Bidang Tari
18. Ratu Selvi Agnesia- DKI Jakarta- Bidang Teater
19 Darwin Mahesa – Banten – Bidang Film
20. Benny Arnas – Sumsel – Bidang Teater
21. Meita Meilita – Jawa Barat – Seni Visual
22. Wendy HS – Sumatera Barat – Seni Teater
23. Putri Fidhini – Bandung, Jawa Barat – Seni Visual
24. Mahatma Muhammad- Sumatera Barat- Bidang Teater.
25.Vani Dias Adiprabowo – Yogyakarta – Bidang Film
26. Darlane Litaay – Papua – Bidang Tari
27. Indradi Yogatama – Yogyakarta – Seni Musik
28. Markus Rumbino – Papua – Seni Musik
29. Irna Nurjanah – Yogyakarta – Teater
30 Ignatius Made Anggoro-Yogyakarta-Seni Musik
31. Bathara Saverigadi Dewandoro-DKI Jakarta- Bidang Tari
32. Iman Fattah – DKI Jakarta- Musik
33. Dhany Nugraha- Bogor- Bidang Musik
*seluruh gambar diambil dari internet