Pertunjukan

Tata Ruang Kota Semarang Tanpa KLHS

  • 1/10
  • 2/10
  • 3/10
  • 4/10
  • 5/10
  • 6/10
  • 7/10
  • 8/10
  • 9/10
  • 10/10

Tata Ruang Kota Semarang Tanpa KLHS
Merupakan Kejahatan Atas Bumi

grobakhysteria.or.id – Hari Bumi telah dirayakan sebanyak 40 kali, sejak tahun 1970. Memilih 22 April sebagai Hari Bumi karena pada tahun 1970 ini, seorang senator Amerika Serikat, Gaylord Nelson, berbicara lantang dalam pidatonya yang mendesak supaya isu lingkungan dimasukkan ke dalam kurikulum wajib perguruan tinggi di Amerika Serikat. Pada saat ini, Nelson mampu mempropaganda tidak kurang dari 20 juta orang turun ke jalan-jalan Amerika Serikat.

Nelson dan para aktivis lingkungan yang turun ke jalan ini mendesak agar politisi mengambil bagian serius dalam melindungi lingkungan. Desakan ini muncul karena para aktivis lingkungan melihat politisi sebagai pihak yang dapat menentukan kebijakan sering mengeluarkan kebijakan yang tidak memperdulikan lingkungan melainkan kepentingan industry. Maka, gerakan Nelson ini dapat disimpulkan sebagai seruan agar lingkungan hidup harus benar-benar mendapat perhatian serius, bahkan melalui pengaturan di kebijakan.

Sekarang, perayaan Hari Bumi yang ke 41 di Bukit Stonen, Semarang merupakan gaung lanjutan dari apa yang Nelson tuntut pada saat itu. Lingkungan harus diperhatikan bahkan melalui pengaturan kebijakan. Alasan memilih setting tempat perayaan Hari Bumi di Bukit Stonen karena Bukit Stonen merupakan symbol dari kelalaian para pemegang modal dalam melindungai lingkungan. Pemegang modal dimaksud adalah PT. Podo Rukun.

PT Podo Rukun melakukan pemanfaatan dan penataan lahan yang ia miliki tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan dari proyek pengerjaannya tersebut. Akibatnya, warga sekitar PT ini menjadi korban banjir lumpur. Kerugian yang diderita warga mencakup kerugian materiil dan kerugian berupa tercemarnya sumur-sumur konsumsi warga. Bukit Stonen adalah wilayah berbukit, yang perlu dimasukkan di dalam Raperda RTRW Kota Semarang sebagai daerah yang potensial bencana. Sehingga setiap pengerjaan proyek harus dilakukan dengan cermat.

Tentu saja, ketelitian untuk menempatkan Bukit Stonen sebagai daerah potensial bencana harus dilakukan melalui kajian. Kajian yang diinginkan warga di sini adalah kajian yang sebenarnya telah disyaratkan oleh UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yakni Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Sebelum Pemkot Semarang mengeluarkan ijin apapun yang berlokasi di Bukit Stonen, KLHS yang nantinya  disusun Pemkot Semarang ini harus dijadikan acuan.

KLHS adalah dokumen yang sangat positif dalam perlindungan lingkungan, apalagi saat lingkungan hidup akan dipetak-petakkan menjadi ruang-ruang pemanfaatan. Jika saat ini hambatan Pemkot Semarang tidak menyusun KLHS adalah karena pengaturan teknis KLHS belum dibuat oleh pemerintah pusat (PP KLHS belum ada), maka aktivis peduli lingkungan hidup kota Semarang yang bernaung di dalam nama LINGKAR BUMI (Pelindung Kelestarian Bumi) mendesak agar Pemprov Jateng dan seluruh pemkot/pemkab di bawahnya untuk pro aktif mendesak Pemerintah Pusat menyusun peraturan teknis penyusunan KLHS.

Hal di atas tadi LINGKAR BUMI inginkan karena selama ini, baik pemprov dan khususnya Pemkot Semarang selalu berdalih bahwa ketiadaan KLHS bukan karena kesalahan mereka tetapi karena ketiadaan peraturan teknis penyusunan KLHS. Inilah kendalanya jika Pemkot kita memliki keinginan perlindungan lingkungan yang secuil.  Akhirnya, KLHS yang sangat penting hanya dibenturkan dengan alasan mekanisme yang bertele-tele dan kaku.

Jika memang Pemkot Semarang perduli terhadap lingkungan dan ingin menyusun KLHS dengan serius, maka Pemkot Semarang dapat menyusun KLHS. Mungkin format bisa saja nanti berbeda dari apa yang ditentukan Peraturan Pemerintah (PP) KLHS, tetapi substansi perlindungan lingkungannya pasti sama. Yang masyarakat butuhkan dari KLHS bukan formatnya tetapi substansinya.

Maka, LINGKAR BUMI, bersama apa yang Gaylord Nelson katakan bahwa lingkungan hidup perlu dilindungi bahkan hingga melalui pengaturan di kebijakan, mendesak disusun KLHS yang substansial bukan yang format-formal. Karena apa yang dilakukan PT. Podo Rukun telah meresahkan warga sekitar, dan ini terus terjadi karena tidak ada kebijakan dan tindakan serius dari pemkot untuk melindungi lingkungan hidup dengan cara menindak tegas PT ini.

PT ini boleh saja memakai nama Podo dan Rukun, tetapi makna kata podo dan rukunnya tidak benar-benar ada. Kerukunan yang dicitrakan dari nama ini tidak podho-podho dirasakan baik oleh pemilik PT dan warga. Akibatnya masyarakat tidak akan pernah bisa rukun dengan PT. Podo Rukun yang telah mencemari dan merugikan masyarakat tanpa tanggung jawab.

Lingkar Bumi terdiri dari Hysteria, KAramba Art Movement, Molek, TEater Emka, Teater ASA, LBH Semarang, dan Lacikata

You Might Also Like

Tinggalkan Balasan